Senin, Februari 15, 2010

SEPENGGAL CERITA DARI PALEMBANG



Sumringah hatiku saat roda pesawat Garuda Indonesia dengan nomer penerbangan GA-114 menapak mulus di landasan pacu Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, tepat pukul 12.05 siang. hari Rabu, 10 Februari 2010.

Mentari memancarkan sinar cerahnya, kian menegaskan keindahan desain interior dan padu-padan warna gedung bandara yang kini jauh berbeda dengan bangunan lama yang dulu juga pernah menyambut kedatanganku di Palembang, sekitar awal April 2005.

Kedatangan pertamaku di Bumi Sriwijaya untuk mengikuti seminar tentang potensi industri agribisnis Sumatera Selatan, bersama Menteri Pertanian saat itu Anton Apriantono. Dan yang kedua kali ini aku mengcover peresmian Kampoeng BNI tenun songket.

Peresmian perkampungan pengrajin tenun songket di Desa Muara Panimbun, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir (sekitar 35 km dari Palembang) dilakukan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menkop UKM Syarif Hasan.

Kedatangan dua menteri secara bersamaan bukan sesuatu yang baru bagi Palembang. Beberapa hari sebelumnya Presiden SBY diiringi banyak menteri juga ke sana, dalam acara Hari Pers Nasional. Tidak ketinggalan kakanda kita Nurizah Johan yang sambil berburu Iqbal.

Kini Palembang memang berbeda jauh dengan lima tahun lalu. Denyut nadi perekonomian terasa makin bergairah, seiring dengan pesatnya pembangunan infrastruktur kota, termasuk moda transportasi massa busway TransMusi yang rencana dioperasikan mulai 18 Februari 2010.

Pilihan tempat berbelanja juga cukup banyak, walaupun belum ada minimarket Alfamart dan Indomaret, tetapi hypermarket Carrefour dan beberapa pusat perbelanjaan siap memanjakan gairah belanja warga setempat dengan aneka pilihan produk dan tawaran harga istimewa.

Aku menginap di hotel Novotel. Di kamar 1025 aku menyambut kedatangan dua saudara Pabelan kita, Fajri (081388379644) dan M. Wimpi Sugande (081273265781) yang datang sekitar pukul 21.30an. Kebetulan rumahnya hanya berjarak sekitar 15 menit dengan sepeda motor.

Kami asyik ngobrol panjang lebar soal apa saja. Mulai dari suasana Pabelan (sambil melihat koleksi foto-foto suasana Pabelan di notebook), saat tinggal di Cirendeu yang kini luluh lantak diterjang air bah dari danau Situgintung hingga kampus UIN Ciputat dan kota Pelembang.

Perkembangan kota Palembang cukup menarik untuk disimak. Berawal dari saat persiapan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional XVI pada 2007 terus berkembang pesat dan diperkirakan semakin maju lagi setelah menuaikan tuga berikutnya menjadi tuan rumah Sea Games pada 2011.

Kami bertiga asyik ngobrol di sofa kamar sambil ditemani gemericik air hujan yang cukup deras, jus apel, kacang dan kue wafer rasa stroeberi. Tidak terasa jam menunjuk angka 24.00 WIB ketika hujan mereda. Fajri dan Wimpi pamitan pulang sambil keduanya berpesan kalau datang lagi, jangan hanya dua hari, agar bisa ketemu saudara-saudara Pabelan yang lain.

Sejak sore hari Palembang diguyur hujan lebat. Suatu kondisi yang sempat membikin kami, yaitu aku dan tujuh wartawan asal Jakarta, tidak bisa leluasa menikmati keindahan kota pempek yang memiliki jembatan Ampera.

Padahal banyak orang bilang, belum ke Palembang kalau belum sampai di jembatan Ampera. Tapi sudahlah, dari kejauhan tidak apa-apa. Maka kami memaksakan berhujan-hujan ria ke restoran River Side.

Tentu saja kami tidak kebasahan, karena diantarkan pihak BNI dengan dua mobil Inova yang jalan beriringan. Kemudian sejumlah petugas dari restoran di pinggir sunga Musi itu berhamburan menyambut kami datang dengan membawa payung.

Sambil memandangi sungai yang lebar menyerupai laut dengan latar belakang jembatan Ampera yang dihiasi lampu hias beraneka warna. Pancaran cahayanya menerpa air sungai yang dimain-mainkan riak ombak saat kapal dan perahu motor melintas.

Kami menikmati masakan serba ikan air tawar dan ikan laut ditemani menu spesial bebek saus tujuh rasa. Sungguh sangat mengesankan, seperti juga saat menyaksikan hasil kerajinan tenun songket karya penduduk Desa Muara Panimbun.

Kesan indah yang menyumringahkan hati belum juga pudar, ketika tercium aroma pempek dan kerupuk khas Palembang. Aroma berasal dari kardus kecil yang kujinjing sambil menyusuri garbarata dari pintu Garuda GA-121 ke selasar Bandar Soekarno-Hatta Jakarta. nuruddin

4 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Fajri bukannya tinggal di jakarta??? Oya kak nurudin, saya juga sempat makan di River Side malam hari bersama rombongan kontingen Riau ditraktir Skdaprov Riau. Hm....memang yummy deh!!!/n

15 Februari 2010 pukul 18.04  
Anonymous Anonim mengatakan...

Selamat tuk kak Nuruddin yang udah ketemu sodara kita Fajri n Wimpi di sela sibuk kerja ke Palembang. Mdh2an tim angera (selain nuri) bisa menginjakkkan kaki ke sana jg suatu saat, amin.. (fatra)

17 Februari 2010 pukul 15.07  
Anonymous Anonim mengatakan...

Yuuk..siapa mau merasakan yummynya pempek candy asli Palembang, monggo dateng ke rumahku karena aku mash menyimpannya di freezer, oleh2 suamiku yg juga baru pulang dari Munas Asosiasi Perguruan Tinggi Arsitektur Indonesia di Palembang.
Wassalam: Ida.s-Bjm.

18 Februari 2010 pukul 20.42  
Anonymous Anonim mengatakan...

mau dong ida...memang enak kok. Aku kan sempet makan langsung di candy sambil nunggu pesananku di kemas. Ada otak-otaknya juga lho.../n

19 Februari 2010 pukul 18.29  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda