Kamis, Juni 04, 2009

BERSAMA PAK ZAENAL



Mentari pagi menghangatkan cerahnya suasana kampus Pondok Modern Al Gozali Parung Bogor, ketika satu persatu tamu berdatangan untuk menghadiri acara Haflatul Wada’ santri angkatan ke-13 pada Minggu, 31 Mei 2009.

Mereka para orang tua dan keluarga santri yang akan menyaksikan prosesi wisuda santri kelas III SMA dan kelas VI pondok pesantren yang beralamat lengkap di Jl Permata No.19 Desa Curug, Gunungsindur Parung, Kabupaten Bogor.

Diantara tamu yang berbahagia pagi itu aku dan istriku Isna Hidayati. Anakku Nuris Fakhma Hanana, ikut diwisuda tamat dari pesantren yang diasuh Al Ustadz Drs Zaenal Abidin Natiwan, pesantren yang menerapkan sistem SMP dan SMA (bukan MTs-MA).

Apalagi anak mbarepku, Anna, juga menjadi bagian dari empat siswa lulusan SMA Islam Al Gozali yang berhasil diterima melalui jalur PMDK di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat. Dia masuk jurusan Psikologi.

Sungguh, aku ikut larut dalam tausiah Ustadz Zaenal--guru kita juga yang dulu di Pabelan lebih akrab dipaggil Pak Zaenal--saat memberikan nasehat dan memompa semangat santrinya yang akan terjun ke masyarakat. Aku teringat alm KH. Hamam Dja’far ketika khotbah menasehati para santri, termasuk diriku.

Terlebih dalam acara itu juga dinyanyikan bersama-sama lagu Indonesia Raya, dilanjutkan lagu kebangsaan santri Oh Pondokku, diiringi musik instrumentalia yang membawaku semakin larut mengingat Pebelan. Istriku Isna pun sama, sampai meneteskan air mata.

“…Tiap pagi dan petang / kita beramai sembahyang / mengabdi pada Allah Ta’ala /

di dalam kalbu kita / Wahai pondok tempatku / laksana ibu kandungku / nan kasih serta sayang padaku / Oh pondokku / I…bu…ku...”

Di podium Utadz Zaenal beberapa kali menyebut Pabelan, pesantren yang paling berkesan dihatinya selain Gontor (almamaternya). Banyak kenangan yang terukir di sana, tempat beliau mengajar hingga 5 tahun, sambil menyelesaikan studi di UII Yogyakarta.

Salah satu bagian dari kenangan yang terbawa sampai sekarang, adalah istri belahan jiwanya Ani Lutfianti. Seorang gadis asal Wonosobo yang menimba ilmu di Pabelan hingga Kelas V dan sempat menjadi muridnya. Dari mbak Ani itulah anak-anak Pak Zaenal lahir.

Ustadz kita. Ya aku menyebut “ustadz kita” karena banyak diantara pengunjung blok Angera yang ternyata pernah menjadi murid beliau, baik secara langsung maupun tidak langsung. (saya tidak tahu apakah beliau pernah mengajar geng Angera)

Rasa kedekatan hati Pak Zaenal dengan santri Pabelan, terlihat ketika beliau kuajak berselancar ke blog Angera di internet di rumahnya. Beliau sangat antusias melihat foto dan membaca artikelnya. Termasuk mencatat nomor telpon dan email santri di blog itu.

Sungguh, blog Angera membangkitkan kenangan lama beliau dengan kisah-kisah lucu dan juga yang serius, yang dialami selama lima tahun mengajar di Pabelan. Termasuk dengan para asatidz seangkatanya di Pabelan, setelah melihat foto pak Rajasa yang tetap ganteng.

Memang, Pak Zaenal banyak tahu Pabelan, sampai hal-hal yang tidak kita tahu. Karena sebagai sesama alumni Gontor, dulu beliau sering berdiskusi dengan Pak Hamam, kadang hanya berdua sejak malam hingga menjelang Subuh, di ruang tamu samping koperasi.

Walaupun sedikit aku juga mendapat bocorannya, karena aku bersama keluarga sering berkunjung ke rumah beliau di komplek Pondok Modern Al Gozali. Sejak sebelum maupun selama anakku, Anna, menjadi santri di sana dan tentu juga setelahnya.

Memang ada kedekatan yang terbangun ketika kami masih di ma’had. Waktu aku praktek ngajar, sekitar 1984-1985, bersama teman seangkatanku harus mengikuti tradisi tinggal di kamar Al Hamra. Rupanya ustadz yang hobi sepak bola ini lebih sreg tinggal bersama kami di kamar yang berjarak relatif lebih dekat ke mbah Mbaran, tempat makan asatidz.

Sementara istriku, Isna Hidayati adalah teman seangkatan dan karib dari Mbak Ani Lutfianti. Sehingga dalam persahabatan kami, anak-anakku memanggil beliau berdua Pakde dan Bude, demikian halnya putra-putri beliau memanggil kami Om dan Bulik (maaf nih, sedikit narsis).

Aku masih menerawang jauh ke masa lalu di Pabelan, saat Pak Zaenal mulai mengakhiri tausiahnya. Ketika itu matahari sudah berada di atas kepala, tetapi tidak terasa panas karena rimbunnya pepohonan di sekitar aula Pondok Modern Al Gozali.

Pak Zaenal beranjak dari mimbar sambil sesekali mengelap matanya yang mulai sembab, menahan perasaan haru melepas santri, wisudawan angkatan ke-13. Air mata para orang tua santri, juga keluarganya dan para guru tidak bisa terbendung lagi.

Begitu juga Eang Kakung dan Eang Putri Anna--bapak dan ibunya Isna yang datang dari Wangon Banyumas untuk menyaksikan wisuda cucunya—sangat terharu saat berlangsung acara salam-salaman dengan para santri yang diwisuda. *nuruddin

(Ustadz Zaenal sangat senang kalau kita berkenan kumpul di rumah beliau, komplek Pondok Modern Al Gozali. Telp beliau 0251-8610634)

Label:

9 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Saya teringat dg ustadz Zainal tatkala beliau suka mengunyah atau makan dedaunan (sayuran) yg di tanam (menjadi tanaman pagar) di belakang gedung perpustakaan. Beliau bilang manfaat dedaunan ini untuk penyakit kunig dan memetiknya antara waktu dhuha dilakukannya. Beliau termasuk ustadz yg humoris. Salam hormat Cc.

5 Juni 2009 pukul 00.39  
Anonymous Anonim mengatakan...

Pak Zainal & Mbak Ani telah berkarya nyata unt bangsa dan agama. Pengaruhnya 'abadi', tak ada yang tahu dimana pengaruhnya akan berhenti.... Mengalir, mengalir dan teruuuuuus mengalir........
Selamat berkarya..
Pak, mbak, kapan ya kita bisa jumpa? rajasa

5 Juni 2009 pukul 17.17  
Anonymous Anonim mengatakan...

Alhamdulillah ustadz kita udah jadi Kyai hebat. Selamat tuk Pak Kyai Zainal. Tuk mbak Ani, salam kangen. fatra

6 Juni 2009 pukul 11.43  
Anonymous Anonim mengatakan...

Selamat deh buat Kiyai Zainal dan Mbak ANi. Jadi pengen deh masukin anak ke sana. Coba taunya dari dulu, mungkin udah nyampe anak kita-kita di sana. Ntar aja ya Pak Ustad, pas masuk SMA aja.
Oya mas Nurudin kasi info dong soal semuanya tentang pondok Algozali tersebut, dari biata, kurikulum dan semuanya.(nuri)

7 Juni 2009 pukul 19.14  
Anonymous Anonim mengatakan...

satu lagi rekan / rekanita yg tertulis dengan tinta emas, menjadikan dirinya untuk total mengabdi untuk kemaslahatan umat sekaligus menjadi pahlawan tanpa tanda jasa serta turut mencerdaskan kehidupan bangsa, yang Insya Allah berguna dan mendapatkan catatan yang tiada tara dari yang MAHA KUASA, Ya ALLAH, Pelihara Mereka, Panjangkan Usia dalam Taat Kepada Mu....

8 Juni 2009 pukul 09.58  
Anonymous Anonim mengatakan...

(waktu komentar kemarin sdh kepikiran, E, ternyata blm tertulis, keburu-buru).
... Pengaruh positip dan genealogi intelektual itu mengalir tanpa henti, merasuk dalam pori2 peradaban, termasuk lewat putri cantik, Anna, 'yuniornya' Nuruddin dan Isna Hidayati. Saya msh ingat, keduanya waktu di Pabelan termasuk santri yg pintar2, dan gak aneh2....
Selamat & Salut buat Nuruddin dan Isna yg sdh punya penerus perjuangan.
Oh, ya. Kalau gak salah saya pernah pinjam seragam pramuka Nuruddin untuk sbh acara di Smrng.
Trims, ya.... /rajasa.

9 Juni 2009 pukul 06.11  
Anonymous Anonim mengatakan...

Pak Rajasa Yth,
Trimakasih pak, masih ingat kami, saya dan Isna, waktu masih culun-culun dulu di Pabelan. Tetapi kami berdua bukan termasuk santri yang pintar, pas pasan saja. Lho pak, bukannya kami termasuk yang aneh-aneh, kalau pacaran bagian dari kategori itu, he he he. Pencapaian kami sekarang ini tidak terlepas dari bimbingan dan nasehat, langsung maupun tidak langsung, dari para asatidz dan asatidzah di Pabelan, termasuk Pak Rajasa dan Mba Maria. Untuk itu kami sangat berterimakasih, Jazakumullahu khoiron.
Wah, sebenarnya saya lupa sama sekali, kalau Pak Rajasa yang dulu pinjam baju pramuka. Saya hanya teringat memang dulu ada yang pinjam, tapi lupa siapa dia.
Oh ya Pak Rajasa, ada salam kembali dari Pak Zaenal. Menurut beliau, suatu saat kalau Allah SWT mengizinkan pasti akan berjumpa. Karena Pak Zaenal sendiri kangen untuk bertemu teman-temannya dulu di Pabelan, termasuk yang pernah menjadi muridnya.
Beliau berharap itu segera terealisir, kerena, rencananya, akhir bulan ini beliau bersama keluarganya akan berlibur ke Yogjakarta dan mampir ke Pabelan. Berangkat dari rumahnya di Bogor pada 21 Juni 2009. Nanti, di Kota Gudeg itu Pak Zaenal akan meminta bantuan teman-teman Angera untuk dipertemukan dengan keluarga besar Pebelan yang ada di sana.
Trimakasih pak.
nurudin-isna

9 Juni 2009 pukul 21.32  
Anonymous Anonim mengatakan...

Ya, pasti saya gak akan lupa kalaian (Nuruddin & Isna),dulu kan sama2 pramuka, sama2 mungil, makanya saya bs pinjam baju...
Kalau gak salah, anda berdua di kelas sukanya duduk di baris bagian depan (paling2, ya, tengah). Saya kira Anna juga begitu, coba dicek./ rajasa

11 Juni 2009 pukul 06.06  
Anonymous Anonim mengatakan...

Senang saya dengar kabar baik tentang Ust Zaenal. Beliau salah satu guru saya; dan salam hormat saya untuk beliau. Dulu, udah lama sekali, saya sempat mampir ke Al Ghazali, ketemu beliau. Masih mengagumkan. Insya Allah saya pingin mampir lagi ke Al Ghazali; apalagi rumah beliau sebenarnya gak jauh-jauh amat dari Pamulang. Saya akan usahakan mampir.

fauny hidayat

12 Juni 2009 pukul 12.54  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda