Jumat, November 21, 2008

Pentas Teater Sahid Aris Budiono





(Assalamualaikum Mas Aris dan semua pecinta blog angera...
Walau gerimis terus menerus mengguyur Kota Pekanbaru Jumat malam 14 November 2008 lalu, saya tetap berusaha menghadiri dan menonton pertunjukan teater Lab Sahid Jakarta yang mentas di Pekanbaru. Terus terang saja, kedatangan saya karena undangan SMS yang saya terima, teater tersebut pimpinan Mas Aris Budiono. Ditambah lagi Mas Aris langsung telpon saya apakah saya sudah mendapat undangan pementasan tersebut. Wah...tambah nggak enak deh kalau
ngga nonton. Wong sesekali datang ke Pekanbaru, kok, nggak ditonton gitu lho, apalagi pimpinannya dari alumni Pabelan. Ya, ikatan emosional itu selalu ada, makanya saya bela-belain nonton.
Saya nggak mau sendiri. Lalu saya undang teman-teman alumni Pabelan yang ada di Pekanbaru, Sawal dan meminta Sawal mengundang yang lainnya. Pada prinsipnya semua oke, tapi karena hujan yang tak berhenti dan cenderung semakin deras, banyak teman-teman yang batal. Hanya Sawal dan saya yang bisa hadir. Sengaja Miftah dan Meimun, Uus, nggak saya beritahu. Saya pikir pasti mereka nggak bakalan bisa. Selain hujan, tempat mereka agak jauh dari Taman Budaya.
Sesuai dengan permintaan Mas Aris, penampilan tersebut minta dikritisi atau semacamnya. Inilah dia tulisan tersebut yang dibuat teman saya wartawan Riau Pos . Semoga Mas Aris dan semuanya bisa menikmatinya).

Tubuh Itu Terlempar ke Ruang Hampa
* Pementasan Lab Teater Syahid Jakarta

Tubuh-tubuh bergerak kesana kemari, cepat, mekanis seperti gerak mesin. Bergetar seiring dengan lajunya muntahan larik-larik puisi
dalam dentuman musik disco yang memekakkan gendang telinga.

FRUSTASI, trauma, 'sinting' dalam kungkungan kehidupan yang glamor. Paling tidak, itulah kesan yang lahir ketika Lab Teater Syahid Jakarta mementaskan karyanya bertajuk Kubangan, Jumat (14/11) lalu, di Taman Budaya Riau.
Tubuh-tubuh yang bergetar tak henti itu dalam kondisi sakit yang akut bak pengidap penyakit parkinson. Trauma masa lalu,
carut-marut zaman kini dan ketidakjelasan tentang masa depan, menelurkan sistem beku yang membuat penjara dalam dirinya. Tubuh itu menjadi panik dalam merespon deras perubahan yang terus berlangsung. Tak ada pilihan, kecuali melakukan penyesuaian atas percepatan zaman yang terjadi.
Ingatan pahit masa lalu bermunculan seperti laron yang mengerubungi lampu neon dalam gulita. Namun tubuh itu, justru terlempar ke ruang personal dan menyeretnya pula ke ruang publik yang meriah lagi hampa. Ada kebencian yang menetaskan dendam untuk menapaki kerusuhan dan kekerasan. Sedang kedamaian yang diharap-harapkan justru semakin menjauh, nyaris tak terlihat.
Gambaran ini, dimaknai dengan bahasa simbol-simbol. Setiap tubuh, setiap kepala, setiap sikap yang bergetar di atas panggung yang ditata dengan semi panggung, larut dalam kepanikannya masing-masing. Saling curiga, tidak percaya yang dilontarkan dalam waktu bersamaan, cukup membuat penikmat sibuk mencari dan berusaha menemukan keinginan sang sutradara.
Kisah masa lalu yang tarik ke atas panggung oleh Bambang Prihadi selaku sutradara, berawal dari sebuah keresahan. Cerita dirangkai dengan membaca kejadian sekitar reformasi. Sangat banyak persoalan yang tidak terselesaikan. Jangankan membersihkan karat yang menjamur di pilar reformasi, untuk mengikis karat barupun tak mampu. Kompleksitas persoalan yang mendesak-desak akhirnya menciptakan jiwa-jiwa yang stagnan (jalan di tempat).
Stagnasi itu menjadi karya para spekulan, manipulator dan koruptor untuk merekayasa pasar kapitalis yang menawarkan kenikmatan inderawi. Alhasil, tubuh massa menjadi produk yang diperjualbelikan. Menjadi barang dagangan yang mengikuti trend kekinian yang laku di pasar bebas. Padahal kondisi mental itu masih gagap dengan cara berfikir yang lugu.
Pementasan berdurasi 45 menit itu cukup memikat hati dan rasa penasaran. Kenapa tidak, sejak awal tubuh-tubuh yang dimainkan delapan aktor/aktris tersebut tak kunjung diam. Getaran tubuh dan dialog yang menyatu memberikan nuansa baru bagi dunia pertunjukan teater di Riau. Meski upaya semacam itu, juga sudah dilakukan satu/dua komunitas, disini.
''Karya ini berawal dari sebuah puisi yang penah saya tulis sebelumnya. Lalu saya tawarkan kepada kawan-kawan lahirlah perdebatan yang dilanjutkan dengan proses latihan. Semua tubuh bergerak cepat, mekanis dan kondisi itu pula, sangat menyakitkan,'' tutur Bambang usai pementasan.
Selain melemparkan wacana berikut menawarkan harapan, pertunjukan itu mendapat apresiasi dari penikmat teater Kota Bertuah Pekanbaru yang meramaikan Gedung Olah Seni (GOS) Taman Budaya Riau, hingga larut malam. Bambang sendiri, menutup cerita dengan gambaran kepolosan dan ketelanjangan. Sebab mereka menyadari untuk menemukan formula ampuh menyelesaikan persoalan adalah dengan menelanjangi diri terlebih dahulu.
Tidak ada penokohan yang menonjol seperti karya panggung yang
menggunakan naskah-naskah seperti karya William Shakespeare, Anton Chekov ataupun Molier. Bukan aktor-aktor ciptaan Nano Riantiarno yang menguatkan cerita lewat tokoh sentral dan tokoh
pembantu. Bambang hanya menginginkan semua orang bicara tentang dirinya dan lingkungannya tanpa menonjolkan keakuannya. Ditambah lagi, dalog-dialog juga diciptakan dengan gaya anak muda yang lugas dan tegas.
Tidak hanya itu, pertukaran dekor atau setting tidak dilakukan dengan cara black out. Baik pelakon maupun kru, menukar dekor di depan penonton yang tampak tidak terganggu sama sekali. Bahkan pertukaran itu menjadi adegan pengikat antara satu dengan lainnya.
Musik dan ligthing juga menjadi lebih dominan sebab Bambang juga mengajak orang untuk menikmati suasana yang dilahirkannya. Hanya saja, kerap lampu dan musik hilang begitu saja tanpa dihantar sama sekali. Tapi tak satupun, penonton yang hadir meninggalkan tempat duduknya hingga sesi diskusi yang berlangsung selama satu jam berakhir.***

---------------------------------------------------------------------------------------
Nuri,
terus terang aku kaget banget kau posting pementasan
lab teater syahid di riau ke blog angera. tadinya aku pikir
gak ada hubungan, tapi ternyata teman2 ikpp di riau juga
coba dimobilisasi untuk nonoton, meski hujan jadi kendala.
aku jadi agak gak enak ati, kuatir dikira numpang 'ngaksi'.
ngomong2 ttg teater syahid, sebetulnya adalah grup teater
di lingkungan kampus uin ciputat, yang sejarahnya tak bisa
dilepaskan dari peran beberapa alumni pabelan: ada
muhamad hatta dan dewi arfiani yang pernah aktif di akhir
tahun 80an, di samping aku sendiri. bahkan solihul hadi
dulu juga pernah terlibat dalam pementasan.
keterlibatan teman2 alumni dalam kegiatan teater khususnya
dan kesenian pada umumnya, di kampus ciputat, sebenarnya
bisa dirunut ke belakang: mereka sudah aktif berkesenian sejak
di pondok, yang diwadahi oleh teater kereta (untuk santri putra)
dan sanggar buana citra (untuk santri putri).
saat ini, ada beberapa teman2 dari angkatan 2000an yang
menekuni bidang teater, seperti gatot prabowo yang jebolan
ikj jurusan teater (aku dulu juga jebolan ikj alias institut keagamaan
jakarta). beberapa waktu yang lalu, gatot dan beberapa teman
alumni bahkan sempat mengadakan pelatihan teater untuk para
santri di pabelan.
nuri,
terima kasih banyak untuk support dan apresiasinya
pada pementasan teater syahid di riau. keberhasilan pementasan
ini juga tak lepas dari dukungan penuh dari rekan muhibuddin (onga)
dan keluarga besarnya, sehingga teman-teman tidak kelaparan.
aku bersyukur karena telah terjalin sinergi yang sangat baik antar
alumni (keluarga besar ikpp). semoga ini menjadi awal yang baik
untuk sebuah kerjasama lain di masa2 mendatang.
jabat erat untuk teman2 di riau,
aries budiono

Kak Aries, maaf surat ini baru saya buka di email angera, dan sengaja saya posting, biar bisa jadi info bagi teman-teman yang lain. Tks (Lily)

Label:

2 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Hebring..jadi inget waktu kuliah di IAIN, sambil nonton tetaer syahid sambil pacaran..

21 November 2008 pukul 22.32  
Anonymous Anonim mengatakan...

Bener juga...
Sebenernya bingung kan nyari tempat untuk mengisi waktu pas di kampus dulu. Untung ada pementasan teater Syahid, hemmmaa..ttttt.

22 November 2008 pukul 13.36  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda