Rabu, Maret 11, 2009

RADIO SEBAGAI HIBURAN PALING "TOP" MARKOTOP.

Santri juga perlu hiburan, biar tetap "gaul" dan bisa tahu berita, dan utamanya lagu-lagu terbaru dari "dunia luar". Dan pada tahun 1981, satu-satunya hiburan yang boleh dimiliki santri adalah:Radio.

Radio masih merupakan "barang mewah" dan tidak semua bisa memiliki. Atau mungkin juga tidak semua santri merasa ingin memiliki. Khusus yang gandrung dengan radio, maka ada acara sandiwara radio bergendre misteri yang disiarkan radio polaris, judulnya: "Trinil". Ada kata-kata (semacam "narasi") yang selalu muncul, yaitu: "Trinil....balekno gembongku yo ndok....( Tolong dikoreksi jika salah, maklum saya bukan pendengar setia dan gak bisa bahasa Jawa).

Sandiwara radio ini adalah disiarkan tiap hari, sepulang dari sekolah. Maka jika sudah mulai acara, santri-santri putri penggemar sandiwara radio ini mulai berkumpul berkelompok-kelompok. Dan jika ada sesuatu yang "menguras emosi", maka kita akan mendengar cletukan bahkan sorak-sorak dari teman-teman kita. Kalau zaman sekarang mungkin semacam telenovela, dimana hampir tiap hari "ditongkrongin", walau ceritanya (menurut saya) gak maju-maju.

Kalau sudah asyik mendengarkan "Trinil", nyaris lupa makan, apalagi ambil makan. Nanti kalau dapur sudah mulai sepi, baru deh ngruduk dapur termasuk lari-lari ke kantin yang salah satu jendelanya sudah mulai ditutup mbak Fat.

Sedihnya, jika musim ujian, maka radio-radio semua "disita" dan "diamankan", Maka dengan terpaksa harus puasa mendengarkan sandiwara radio, sampai musim khutbah tiba. Rasanya lega banget jika sudah musim khutbah, karena seakan-akan "kemerdekaan" di depan mata.

Lagak yang mendengarkan radio juga bermacam-macam. Ada yang dengan sukarela memutar agak keras, biar bisa didengarkan bersama-sama. Ada yang radionya "dikempit" dengan suara yang lirih, hingga hanya yang punya yang bisa mendengarkan. Dan ada juga yang kemana-mana bawa radio (bahkan ke kamar mandi), dan jika berjalan radio ditempelkan di telinga (memanggul radio) maklum belum ada head set. Belum cukup itu, tapi juga ditambah dengan nyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang terdengar.Dan yang masih terekam dalam memori saya, teman-teman kita yang menjadi penggemar radio al: Helmy, Dwi Dara Dewi, Isnaeni.

Saat itu, di Pabelan juga ada radio amatiran, yaitu "radio Rapi", studionya di belakang rumah pak Mad. Yang punya namanya pak Rapi. Sebenarnya pak Rapi ini keahliannya adalah menservis elektronik, kemudian berkembang menjadi stasiun radio kecil-kecilan. Sayang radio itu saat ini telah lenyap, seperti lenyapnya santri-santri sekarang dengan kebiasaan-kebiasaan kita "memanggul radio" ala pak ogah!!!!

Label:

6 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Triniiil...balekno gumbungku kuwi triniiillll....(suara itu pernah bikin susah tidur malammalam)

12 Maret 2009 pukul 07.49  
Anonymous Anonim mengatakan...

Triniiil...balekno gumbungku kuwi triniiillll....(suara itu pernah bikin susah tidur malammalam)

12 Maret 2009 pukul 07.49  
Anonymous Anonim mengatakan...

Ha...ha...ha ternyata indah banget ya mengenang masa lalu di Pabelan. Sama, aku juga pernah merasakan suara narasi magis itu sempat menghantuiku jka mau tidur. Walau pembendaharaan bahasa Jawaku saat itu belum sebaik sekarang, tapi lewat penterjemah teman2 di kamar lain Workshop C, aku jadi banyak mengerti dan turut tertarik mengikuti setiap episodenya. Triiinill....kenanganmu membawaku ke alam sadar 20 tahun lalu !!! (ZMF)

12 Maret 2009 pukul 09.13  
Anonymous Anonim mengatakan...

Triniil... Nuriiii... mana radio..? ftr

13 Maret 2009 pukul 11.47  
Anonymous Anonim mengatakan...

Coba di inget2...mending beli makanan di kantin ato beli batu batrei buat radio Nur????hik4567/ms

13 Maret 2009 pukul 20.08  
Anonymous Dadan Sutisna mengatakan...

Kebetulan saya ada kaset Sandiwara Trinil yang waktu itu cukup populer. Saya, yang versi bahasa jawa ga punya. Untuk versi bahasa Sunda bisa didengarkan di sini : http://daluang.com/drama-sunda-trinil-bagian-1/

8 April 2009 pukul 16.46  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda