Senin, Agustus 31, 2009

Kenangan Ramadan di Pondok

Setiap bulan Ramadan di pondok, pasti banyak para mukimin dari luar yang nyantri mengikuti pesantren kilat. Mereka datang dari mana-mana dan dilatari profesi berbeda pula. Saya ingat pas saat kelas V atau VI ya, menjadi panitia Ramadan. Yang pasti kita tak boleh pulang kampung waktu itu. Harus jagain pondok. Duh sedihnya, Idul Fitri nggak bisa ngumpul dengan keluarga. Itulah nasib kami santri yang datang dari jauh. Mau pulang pun nanggung. Habis waktu di jalan. Sementara kita cuma diberi waktu sedikit. Beberapa hari Syawal sudah harus balik lagi ke pondok. Untunglah kita memiliki banyak teman yang bisa ditumpangi. Saya ingat pernah ber Idul Fitri di Jember, di kediaman Khotimah.
Cerita Ramadan sebenarnya yang akan saya sampaikan, sewaktu kita menjadi panitia Ramadan atau tepatnya mengurus para santri kilat tersebut. Saya waktu itu kebagian mengajar mengaji seorang muallaf Katolik dari Bantul. Bayangkanlah seorang muallaf yang belum bisa apa-apa dan baru mengenal Alquran. Kita harus berusaha bagaimana dia mampu membaca Alquran, paling tidak mengetahui huruf2 Alquran. Setiap siang, ba'da Zuhur, saya mengajari muallaf tersebut mengaji. Saya lupa namanya walau saat menulis ini saya sangat hafal wajah, rambut dan body languagenya. Begitu terkesannya saya dengan muallaf tersebut.
Apalagi setelah pesantren kilat berakhir, subhanallah, muallaf tersebut bisa membaca Alquran walau masih terbata-bata. Saya sangat bersyukur, karena usaha saya tak sia-sia. Karena itulah, cerita tentang pesantren kilat ini tetap terukir dalam benak saya. Tak kan pernah saya lupakan. Walau masih banyak cerita suka yang berkesan tentang Ramadan di pondok.
Saya percaya, teman-teman juga memiliki kisah yang sangat berkesan saat kita Ramdan di pondok. Terlalu banyak yang bisa kita ceritakan. Karena itu saya percaya juga, setelah cerita ini akan bermunculan cerita lainnya dari segala aspek. Baik tajilannya, makanan plus laukpauknya, jajanan ramadan yang biasanya di belakang sighor, khutbah pak Kiyai setiap subuh, dan banyak lainnya. Bukan begitu????(nuri)

Label:

10 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Mantap ibu kita ini, ahli metode, sampe buat muallaf yang buta hijaiyyah jadi melek alqur'an, iman n Islam. Prestasi yang patut kita acungkan jempol. Tentang jajanan ramadhan belakang sighor itu asyik lo bu kalo diceritakan. Kayaknya wkt itu semua terasa lezat ya.. (fatra)

1 September 2009 pukul 07.19  
Anonymous Anonim mengatakan...

bu RT..saya juga muallaf..ajari daku bu..btw, mau promosiin bu RT, diem-diem pialanya berderet lho, menjuarai lomba tilawah, tartil dll wakil Riau post..lomba nasional pula. Jadi walopun bu RT kayak gitu waktu remaja..ngajinya bikin malaikat kesengsem ta'jub./yun

1 September 2009 pukul 15.37  
Anonymous Anonim mengatakan...

bukan hanya piawai bersenandung "Ayam Den Lapeh" lho.. ternyata bu Rt mampu menjadi guru bagi mualaf tho.. mantap tho...ga nyangka euy.. tapi itulah siklus kehidupan yg pernah dilewati...kalo selama ini dikenal pernah jadi 'buronan' kalo ada hafalan, tapi sisi baiknya jangan dilupakan..... Pabelan memang banyak punya kenangan, terutama penghuninya yg banyak meninggalkan kesan, setelah ini tulis lagi dong bu....bersama siapa waktu jajan dibelakang sighor......? tentunya BAGKEM terlewatkan...karna sudah jadi Panitia Bulan Ramadhan...AbiRizky

1 September 2009 pukul 16.03  
Anonymous Anonim mengatakan...

Temen2 gimana toh, tulisan ini pemancing aja buat temen2 yang pastinya punya kesan sendiri pas Ramadan di pondok. Buruan dong sharing ama kita2, mumpung Syawal masih lama.
Komen yuni mancing nih, kayak gitu gimana toh yun waktu remaja? Hayyo..bilang aja yun, suer nggak marah kok. He...(nuri)

1 September 2009 pukul 20.50  
Anonymous Anonim mengatakan...

Masa remaja ibu yg penuh rona, yg hobi pingpong untuk memainkan mata indah, rajin ke mbak cantik untuk dapat pujian cantik dr pangeran mawar merah, rajin ke kali buat kali kali aja doi disana, rajin kabur untuk jadi santri mabur. Pisss bu..pisss..minal aidin bu.yun

2 September 2009 pukul 08.22  
Anonymous Anonim mengatakan...

O..gitu toh. Setuju deh kalau yang itu. Jangan pispis terus, ntar beseran. he...(nur)

2 September 2009 pukul 15.59  
Anonymous Anonim mengatakan...

Wah gempa, gempa, gempa, aku langsung membayangkan teman-temang di Jogja, yang punya pengalaman batin tersendiri, yang pernah merasakan dahsyatnya fenomena alam tersebut. enz

2 September 2009 pukul 21.21  
Anonymous Anonim mengatakan...

Ya nih, gimana kabar teman2 yang wilayahnya kena gempa? Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jogya? Mudah-mudahan semuanya sehat wal afiat tidakm kurang suatu apa. Amin..(nuri)

3 September 2009 pukul 16.45  
Anonymous Anonim mengatakan...

Purwokerto aman bu RT...aku jadi ingat senandung lagu kidung qur'an bu RT.....telor dadar bu badar.....jajan berderet di dekat perpustakaan (kali ini nggak perlu ngumpet-ngumpet lagi)....
Barangkali kalau anak2 Hore liburan telah tiba....
kita para santri kelas V akan hore Ramadhan telah tiba....banyak mukimin dan mukimat....ada yang memikat dan terpikat nggak nich??? Bu nyai Semarang....hayooo????
Pernah saya ngajak MM (suami) nyantri pas ramadhan.....kaya pak Dawam Rahardjo kala itu....enak rasanya...
impian ini aku simpan...atau
menjadi bunga tidurku malam ini
agar besok pagi bangun dengan ceria setelah terbasuh ceramah Ramadhan bapak yang luar biasa.....

Ida muna

3 September 2009 pukul 23.22  
Anonymous Anonim mengatakan...

bikin program pondok ramadhan keluarga yuk...siapa tahu tahun depan terlaksana. Jadi kita bawa pasangan dan anak-anak, di pabelan 2 or 3 hari, anak-anak mungkin lebih lama... seru kayaknya. Nanti kita minta guru-guru kita yang ngajari kita sambil nostalgia. Kita masih punya pak rajasa, pak Fuad, dll termasuk kyai muda kita juga harus ngisi. Setuju?/yun

5 September 2009 pukul 13.28  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda