Catatan Kaliurang 1
CATATAN KALIURANG BAG I
By
Atmamiyah
Meminjam sedikit catatan pinggirnya Goenawan Muhammad, inilah cara paling tepat untuk mengawali catatan ini: “bukanlah kenangan yang melahirkan kerinduan, tapi kerinduanlah yang selalu menghadirkan kenangan”.
Demi menuhi undangan teman-teman seangkatan 80-an, merasakan kehormatan yang begitu berarti dan meluapkan kegembiraan bertemu dengan saudara ‘sekandung’ , dan (ini yang membuat saya tidak bisa berkutik), setelah bertubi-tubi sms mbak Arimbi “meng-invasi” HP saya untuk sebuah misi “pemulihan kembali amnesia” yang telah lama menderanya, atas kemuliaan hati Ilham M. Nur , - dengan penuh hormat – saya harus melakukan “brain wash” sesegera mungkin, maka dengan gagah berani , saya berangkat dari rumah jam 8 malam. Tiba di kertosono tepat jam sepuluh. (kertosono adalah terminal bayangan yang menghubungkan semua transportasi dari jawa timur ke jawa tengah, antar kota di jawa timur dan tempat penumpang berganti transportasi. Jalan raya selebar tak kurang dari tiga meter itu tak henti-henti di penuhi bis-bis antar propinsi, tapi selalu membludak, tak terkecuali bis yang datang dari jawa tengah menuju jawa timur. Di pinggir jalan, berbondong-bondong calon penumpang menunggu datangnya bis ke arah solo-jogja, berjubel tak terhitung. Semakin larut jumlahnya semakin banyak –rupanya semua ingin mengejar waktu yang sama. - tiba menjelang pagi di kota tujuan -. Mungkin inilah perjalanan paling “heroik” yang pernah saya lewati, selama bepergian via kertosono, dan rasanya belum pernah menyaksikan orang sebanyak itu. Tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya waktu itu, selain terus menunggu sampai ada satu angkutan yang bersedia membawa tubuh ini, meskipun harus berdiri beberapa jam. Masak sih harus kembali lagi ke rumah (hanya karena soal transportasi).Lagi pula pelajaran muthola’ah yang berjudul “atthoroqu” yang bermakna “ketukan di pintu”, berhasil menampar muka saya berkali-kali dan menguatkan niat saya yang sudah berhari-hari menjadi jadwal yang paling saya nantikan. Setelah berebut dan berlarian mengejar bis-bis yang masih muat dua atau tiga orang lagi, saya berjejalan diantara para penumpang yang tak terprediksi akan seramai malam itu (saat itu malam minggu dan berbarengan dengan liburan) akhirnya tepat jam 00. 15 menit sang kondektur melambaikan tangan ke arah saya dan bertanya, “kemana?” Jogja!” jawab saya keras-keras. Saya diizinkan naik, bis melaju menuju jogjakarta. Dengan usaha mati-matian, saya berhasil mengoyak kerumunan yang mengantri naik dan berpegangan erat pada setangkai besi di samping pintu, bergelantungan dibibir pintu yang masih terbuka, karena over load.Tak ada perasaan takut, malu dan aneh ketika berebut dan menjejalkan diri di tengah-tengah pintu (yang ada hanya bagaimana mencari jalan masuk ke dalam bis dan sampai di jogja). Karena tak bisa ditutup, kondektur menurunkan penumpang di belakang saya, dan terdengar suara menyalak, “juebbbreeeettt”, pintu dibanting, berhasil ditutup rapat. (Sebagian penumpang yang terlelap mendadak bangun serentak, lalu kembali terlelap) Bis berkapasitas 99,9 persen kaum adam itu merayap perlahan, sang kondektur sibuk melambaikan tangan menolak para penumpang yang menyemut ingin naik, setelah melakukan” aksi kejamnya” . Tak berapa lama, sang kondektur menarik tangan saya ke undakan paling atas, menyelipkan tas pakaian diantara kaki penumpang yang berhasil mendapatkan tempat duduk. Dan inilah usaha terakhir saya; menyandarkan punggung di sisi jok –dengan wajah cemas dan leleran keringat, tapi penuh kemenangan. Kawan, inilah jadinya bila menjadi orang paling beruntung di dunia; berjibaku dengan tubuh-tubuh kekar dan kuat, berdiri kurang lebih tiga setengah jam, mencoba melindas kantuk yang sangat dengan berdiri dan sesekali terjungkal, rasa syukur itu terus terdengar dan mendesis dalam hati. Tuhan, seandainya aku belum terlambat menyadari, betapa nikmat hidup ini....
Salam Pabelan........
Label: Galeri karya alumni
1 Komentar:
hebat
-ilyas
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda